A. Teknik wawancara berita
Wawancara media cetak adalah tanya jawab antara reporter media cetak dengan
narasumber dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan atau keterangan dari
narasumber tersebut. narasumber diwawancarai karena dua alasan, yaitu : pertama,
karena narasumber dianggap menguasai permasalahan. Kedua, karena ia terlibat
langsung atau tidak langsung (hanya menyaksikan) dengan kejadian atau peristiwa yang
menjadi topik pembicaraan. Jadi, tujuan wawancara adalah untuk mendapatkan
keterangan langsung dari sumber berita yaitu keterangan aktual dari pelaku atau saksi
suatu peristiwa yang bernilai berita.
Wawancara dilakukan guna mendapatkan kejelasan fakta (misalnya dari pihak
berwenang) tentang suatu kejadian. Wawancara juga dibutuhkan guna mendapatkan
kesaksian dari pihak-pihak yang terlibat dalam suatu peristiwa misalnya saksi mata,
korban, pelaku, dan sebagainya. Selain itu, bila diperlukan tanggapan dari pihak yang
ahli.
Adapun teknik wawancara bisa dikelompokkan menjadi dua (2) bagian.
1. Teknik verbal yang betul-betul memerlukan alat bantu hard ware yang diperlukan.
2. Teknik substansial – teknik yang terkait dengan kemampuan jurnalis dari segi
ketajaman nuraninya dalam menentukan pilihan tema, tempat dan saat yang tepat
bagi berlangsungnya sebuah wawancara. Disini perlu adanya ketajaman analisis
sosial.
Itulah pentingnya seorang Wartawan menguasai materi yang hendak
diwawancarakannya terhadap narasumber. Hanya dengan cara seperti itu, ia mampu
memperoleh informasi banyak dan akurat serta signifikan.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai persiapan wawancara, yaitu:
a. Melakukan riset sebelum wawancara dilakukan
Riset ini dapat dilakukan dengan membaca literatur yang berkaitan dengan
tema apa yang akan diwawancara dan siapa juga yang akan diwawancarai. Selain
itu juga, dengan membuka arsip berita yang berhubungan dengan tema apa yang
akan diwawancara.
b. Usahakan menyusun pertanyaan dengan baik
Jika wawancara singkat, maka lebih baik langsung pada pokok persoalan,
namun sebaliknya jika ada waktu yang cukup panjang untuk melakukan wawancara
maka lebih baik wawancara diawalidengan pertanyaan dasar kemudian berlanjut
pada pertanyaan pokok.
c. Harus ada persiapan jika pertanyaan dijawab tidak sesuai harapan
Misalnya ada narasumber yang saat diwawancarai hanya menjawab “ya” dan
“tidak”. Dalam sebuah wawancara, jawaban yang seperti ini bukanlah jawaban
yang relevan. Untuk itu, sebelum wawancara harus ada persiapan pengembangan
gagasan bila pertanyaan yang diajukan dalam wawancara tidak sesuai harapan. Ini
berarti harus ada rencana (plan)A dan B yang telah disiapkan.
d. Berani mengambil keputusan
Dalam wawancara yang dilakukan secara mendadak tanpa ada persiapan
khusus seperti karena ada momentum, maka reporter harus berani melakukan
spontanitas dalam mengambil keputusan dalam wawancara.
e. Dalam situasi tertentu, reporter sebelum wawancara sudah menjalin kontak
komunikasi dengan narasumber yang akan diwawancarai
Jika tidak memungkikan untuk menjalin kontak komunikasi dengan
narasumber karena narasumber sibuk atau pejabat yang susah dihubungi, maka
reporter dapat menghubungi staf atau ajudannya.
Tidak semua berita layak untuk dipublikasikan, berikut kriteria layak berita:
1. Timeliness dan immediacy
Peristiwa yang memiliki kelayakan berita yaitu peristiwa yang segar, baru
terjadi beberapa detik yang lalu. Dengan kata lain, peristiwa yang baru saja saja
terjadi merupakan peristiwa yang layak menjadi berita. Ini berarti semakin baru
peristiwa, maka semakin memiliki kelayakan berita.
2. Proximity
Peristiwa yang layak menjadi berita bisa juga dilihat dari unsur kedekatan
(geografis, emosional) dengan pembaca, relevansi bagi pembaca. Semakin dekat
kita dengan peristiwa, maka semakin penting berita tentang peristiwa tersebut bagi
kita. Selain kedekatan secara geografis, proximity juga bisa menyangkut aspek
emosinal.
3. Conflict
Konflik baik yang berbentuk fisik (perseteruan antar kelompok) dan nonflik
(perbedaan pendapat) umumnya akan menarik perhatian khalayak. Berita tentang
demonstrasi yang berujung bentrok, kerusuhan, pendebatan para pilitisi, dan berita-
berita dari media massa dengan menempatkannya sebagai berita utama. Alasan
redaksi media massa menempatkan berita-berita seperti ini adalah realitas bahwa
konflik secara umum akan menarik perhatian khalayak.
4. Eminence and Prominence
Eminence and Prominence berarti menyangkut peristiwa dan/atau orang
terkenal. Maksudnya sesuatu yang menyangkut peristiwa dan/atau orang terkenal
akan memiliki kelayakan berita yang lebih dibandingkan dengan sesuatu yang
menyangkut peristiwa dan/atau orang tidak terkenal.
5. Consequence and Impact
Consequence and Impact ini berarti peristiwa memiliki konsekuensi pada
kehidupan khalayak serta menimbulkan rangkaian peristiwa lain tentu akan
semakin layak untuk mendapat perhatian khalayak. Semakin besar konsekuensi
yang muncul sebagai akibat dari peristiwa tersebut dalam kehidupan khalayak,
maka akan semakin besar pula perhatian khalayak terhadap berita tersebut.
6. Human interest
Human interest berarti peristiwa yang menarik perhatian dan menyentuh
perasaan khalayak. Peristiwa yang menatik perhatian ini, misalnya peristiwa yang
aneh, unik dan tidak biasa, menarik perhatian khalayak sehingga layak diberitakan.
Bahkan bisa jadi peristiwa tersebut tidak lagi aktual, tidak memiliki dampak
bagi khalayak, tidak memiliki kedekatan, tidak ada konflik serta tidak menyangkut
orang atau peristiwa terkenal, namun layak menjadi berita karena menyentuh
perasaan.
Konkritnya, beberapa hal dibawah ini bolehlah dianggap sebagai tips untuk
menunjang suksesnya sebuah wawancara.
1. Wartawan harus memakai kalimat tanya yang bisa membuahkan jawaban obyektif.
2. Pertanyaan harus selalu diusahakan dengan menggunakan kalimat pendek dan
mudah dimengerti.
3. Tidak boleh segan-segan mengajukan pertanyaan ulang atas hal-hal yang belum
jelas untuk dimengerti.
4. Tahu momentum yang tepat. Juga tahu apa yang layak dan tidak layak untuk
ditanyakan, sekaligus cara bertanya yang pas.
5. Jauhi pertanyaan yang bernada menggurui.
6. Hindari gaya interogasi.
7. Hindari pertanyaan yang sifatnya mencari legitimasi dari frame pemikiran yang
sebetulnya sudah dimiliki.
8. Hindari pertanyaan yang bersifat menguji nara sumber.
9. Tumbuhkan sifat empaty dalam wawancara.
10. Untuk hal-hal yang spesifik, wartawan perlu terlebih dahulu memaparkan persoalan
yang hendak dimintakan pendapat dari nara sumber.
11. Hindari kalimat tanya yang bersifat mengadu domba.
12. Buat pertanyaan yang mampu menggugah daya nalar, ingatan serta perspektif nara
sumber.
Ke dua belas tips itu, mungkin akan menjadi jaminan suksesnya sebuah
wawancara. Tetapi, mungkin juga takkan berguna apa-apa, jika tidak diimbangi dengan
kemampuan jurnalistik individu yang mengoperasikannya. Karena itu pula, seorang
jurnalis ”haram” mendatangi narasumber dengan kepala kosong.
B. Teknik peliputan berita
Dalam pencarian berita, seorang wartawan atau reporter memperoleh bahan
baerita melalui liputan atau mencari tahu secara langsung ke lapangan. Menurut AS
Haris Sumadiria (2006:94), berita yang baik adalah hasil perencanaan yang baik.
Kita harus bisa mencari dan menciptakan berita. Berikut ini ialah bagaimana berita
diduga melalui meeting:
Proses pencarian dan penciptaan berita diduga dimulai dari ruang redaksi
melalui forum dapat proyrksi (rapat perencanaan berita/rapat peliputan/rapat rutin
wartawan dibawah koordinasi koordinator liputan). Rapat biasanya dilaksanakan
sore atau malam hari, dihadiri seorang atau beberapa redaktur. Dalam rapat ini,
setiap reporter atau wartawan mengajukan usulan liputan.
Namun, untuk berita yang sifatnya tak diduga atau tiba-tiba, AS Haris
Sumadiria (2006:96) menyatakan:
Untuk berita yang sifatnya tiba-tiba atau tak terduga, reporter atau wartawan
harus pandai-pandai berburu /hunting. Sebagai pemburu, wartawan harus memiliki
beberapa kemampuan dasar, yaitu memiliki kepekaan yang tajam (sense of news),
daya pendengaran berita yang baik (hear of news), mengembangkan daya
penciuman berita yang tajam (niose of news), mempunyai tatapan penglihatan
berita yang tajam yang jauh dan jelas (news seeing), piawai dalam melatih indra
perasa berita (news filling), dan senantiasa diperkaya dengan berbagai pengalaman
berita yang dipetik dan digali langsung dari lapangan (news experience).
Jadi, meliput berita dapat dilakukan setelah melewati proses perencanaan
dalam rapat proyeksi redaksi, misalnya dalam rapat redaksi itu diputuskan untuk
memuat kasus pembunuhan melibatkan penjabat negara. Maka wartawan akan
melakukan wawancara dengan penjabat yang bersangkutan. Selama wartawan
melakukan kegiatan wawancara dengan narasumber, maka kegiatan tersebut
dinamakan mencari berita (news hunting).
Terdapat tiga teknik peliputan berita, diantaranya:
1. Reportase (pencarian), wartawan mendatangi lokasi peristiwa atau kejadian.
Setiba di lapangan, wartawan segera mengumpulkan data dan informasi
sebanyak-banyaknya.
2. Wawancara, sebelum melakukan wawancara wawancara dengan narasumber.
Wartawan harus menyediakan alat tulis dan tape recorder, kemudian
merumuskan pertanyaan. Setelah itu, wartawan melakukan tanya jawab dengan
saksi mata dan sumber lainnya yang terkait dalam suatu peristiwa. Namun,
apabila informasi yang didapat saat liputan belum cukup, maka wartawan dapat
mencari data dari tempat lain atau pihak-pihak terkait.
3. Riset kepustakaan dan kantor berita. Untuk memperdalam isi berita, wartawan
dapat mencari kelengkapan berita dari riset kepustakaan dan kantor berita.
Seperti menggunakan fasilitas internet, makalah dan kliping, atau dengan cara
membeli berita dari kantor berita.
Teknik peliputan ini ditentukan setelah adanya rapat proyeksi. Dalam rapat ini,
para redaktur akan memberi penugaran kepada wartawan untuk mencari, menggali,
dan mendapatkan informasi dari narsumber. Selain itu, tidak ada penugasan (lepas),
ini merupakan teknik peliputan dari inisiatif wartawan sendiri dalam mencari,
memburu dan mengolah berita.
Salah satu bekal wartawan saat meliput berita di lapangan, wartawan harus
memiliki kemampuan lobby pendekatan kepada narasumber pada saat meliput
berita. Hal ini penentu kelengkapan data nantinya.